Tantangan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak



Plt Kepala Dinas Dessy Masyitah Turuy, SE, ME

KBRN,Ternate:Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Maluku Utara masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat. 

Hal ini diungkapkan oleh Dessy Masyita Turuy, S.E., M.E.Plt Kepala dinas pemberdayaan Perempuan dan anak Maluku utara , saat menjadi narasumber dalam dialog Ternate pagi ini bertema “Tantangan Penanganan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Maluku Utara”.Senin (3/11/2025)

Dalam pemaparannya, Dessy menyebutkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan yang terjadi justru dilakukan oleh orang-orang terdekat korban, seperti suami, keluarga, maupun pasangan.

“Data menunjukkan bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak kebanyakan berasal dari lingkungan terdekat korban. Ini yang membuat penanganan menjadi lebih kompleks karena melibatkan relasi emosional dan sosial yang kuat,” jelasnya.

Dessy juga menyoroti bahwa laporan kasus kekerasan paling banyak berasal dari kota ternate.Meski demikian, ia menekankan bahwa tingginya angka pelaporan bukan semata-mata menunjukkan tingginya kasus, tetapi juga meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor.

“Selain kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, kami juga menemukan kasus kekerasan yang dilakukan oleh istri terhadap suami. Ini menunjukkan bahwa fenomena kekerasan bisa terjadi dalam berbagai bentuk dan arah, bukan hanya satu pihak,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu akar permasalahan masih kuatnya budaya patriarki di masyarakat Maluku Utara. Norma sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pihak dominan sering kali membuat korban perempuan enggan melapor atau mencari bantuan.

“Patriarki masih sangat tinggi. Banyak perempuan yang memilih diam karena takut, malu, atau bergantung secara ekonomi pada pelaku,” tutur Dessy.

Untuk menghadapi tantangan ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Maluku Utara terus mengupayakan berbagai program pendampingan bagi korban kekerasan. Program tersebut mencakup pendampingan hukum, psikologis, hingga pemberdayaan ekonomi agar korban bisa kembali mandiri.

“DP3A memiliki program pendampingan untuk membantu korban, baik perempuan maupun anak, agar mereka tidak hanya pulih secara fisik, tetapi juga secara mental dan sosial,” tambahnya.

Dessy berharap, kolaborasi antara pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga sosial, dan masyarakat dapat diperkuat untuk memutus rantai kekerasan di Maluku Utara.

“Penanganan kasus kekerasan ini tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Diperlukan kesadaran kolektif bahwa melindungi perempuan dan anak adalah tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.

Oleh: Dessy HariyantiEditor: Syakir Saleh S.I.Kom03 Nov 2025 - 12:30

SUMBER BERITA https://rri.co.id/ternate/daerah/1947892/tantangan-penanganan-kekerasan-perempuan-dan-anak